11 September 2010

Iedul Fitri dan Kemunafikan

Iedul fitri adalah hari raya yang kita tunggu tunggu, bagaimana tidak, sebulan kita menyelesaikan ibadah saum. Makanya ketika iedul fitri berbagai perasaan muncul, ada senang karena ibadah saumnya di tutup dengan sempurna dengan takbir dan shalat ied. Walaupun semua bergembira, tapi ada perasaan yang tidak bisa di sembunyikan, yaitu perasaan sedih harus berpisah dengan bulan ramadhan, kita merasa gembira di iedul fitri karena kita telah melalui proses di bulan ramadhan. Bersalam salaman adalah sebuah manifestasi dan aplikasi makna dari maaf memaafkan, makanya ketika iedul fitri umat islam bersalam salaman untuk meminta maaf. Memang harus seperti itu mengingat kita sebagai hablumminallah dan sebagai mahluk sosial tentunya. Raut muka orang bersalaman bermacam macam ekspresi, ada yang tersenyum, ada yang murung, ada yang menangis, ada yang tertawa. Dari semua ekspresi itu intinya adalah tetap bermaaf maafan serta temu kangen. Sebab hanya iedul fitri yang bisa mengumpulkan sanak saudara dari manapun, tanpa moment iedul fitri jarang sekali sebuah keluarga besar bisa berkumpul. Setelah selesai shalat ied di lapangan komplek perumahanku, tergambar jelas orang bersalaman dengan mengharu biru. Ada sisi menarik ketika memperhatikan kedua orang itu, yang satu anggota DPRD yang terhormat, yang satu adalah anggota DPRD dengan fraksi yang berbeda, setiap acara mereka selalu ribut, selalu tidak sependapat. Saking seringnya bertengkar sampai sampai mereka tidak saling sapa. Hampir setahun mereka seperti itu, salaman di masjid saja mereka segan. Tapi saya perhatikan setiap tahun mereka bersalaman, dengan senyum yang ramah, malah berangkulan setelah shalat ied. Tapi setiap tahun juga mereka bertengkar, ketemu iedul fitri mereka berangkulan lagi, saya tidak mengerti, apa memang seperti itu para pejabat kalau sudah di depan rakyatnya, seolah tidak ada masalah. Itu di daerahku, ketika menonton TV pun ternyata sama, bereka para pejabat itu bersalaman, habis lebaran mereka bertarung lagi demi kepentingan mereka. pakah ini sikap kepura puraan??mungkin kadang muncul kemunafikan di iedul fitri. Wallahu'alam..
Read more...

Potret Pengemis di Hari Raya

Kemarin saya dan keluarga menunaikan shalat ied di lapangan dekat komplekku. Dari mulai datang ke lapang, saya lihat para pengemis berjejer di gerbang lapangan. Saya tidak habis pikir, apa mereka tidak mau shalat ied, dan kemudian merayakan iedul fitri bersama keluarga besarnya. Setelah sahalat, saya perhatikan mereka tidak mengikuti shalat, khutbah, bahkan ketika sampai saatnya selesai, bahkan ketika bersalam salaman, mereka tetap mengadahkan tangan dengan wajah memelas. Setelah pulang saya berfikir, mungkin ini masalah klasik, yaitu masalah kemiskinan dan masalah ketersediaan lapangan kerja. Atau paling tidak untuk hari raya saja mereka tidak merayakannya seperti kita. Mungkinkah ada ketidak meretaan pembagian zakat fitrah?. Pengemis adalah sebuah fenomena. Bagaimana tidak, berdasarkan penelitian sebuah lembaga survey di Jakarta belum lama ini, pendapatan brutto mereka antara Rp.50.000,- s.d Rp. 100.000,- dan uang receh yang beredar ditangan para pengemis ini hampir mencapai Rp. 1 milyar perhari. Sungguh sebuah fenomena. Memasuki bulan Ramadhan, mereka berbondong-bondong datang ke kota-kota besar di Indonesia. Termasuk di Subang sendiri mereka telah datang sebelum bulan puasa tiba. Kegiatan para pengemis ini disinyalir banyak pihak di organisir oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Kita memang disunnahkan bersedekah dan tidak harus pandang bulu. Namun ada baiknya kita memberikan sedekah kepada orang yang tepat menerimanya, bukan kepada para Pengemis yang teroganisir itu. Memang pada kenyataan masih banyak sekali anak Bangsa ini yang masih hidup dibawah garis kemiskinan dan ini tentu merupakan sebuah pekerjaan rumah bagi pemerintah Subang. wallahu'alam....
Read more...